Senin, 09 Februari 2015

Teks Biografi

Raden Ajeng Kartini


Raden Ajeng Kartini adalah putri dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M.A. Ngasirah. Beliau lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879. Beliau memiliki nama lain yaitu Raden Ayu Kartini, namun beliau lebih pantas disebut dengan Raden Ajeng Kartini. Beliau merupakan anak ke-5 dari 11 saudara kandung dan tiri. Dari semua saudara sekandung. Kartini adalah anak perempuan tertua. Beliau masih memiliki keturunan bangsawan berasal dari ayahnya yang masih ada garis keturunan dengan Hamengkubuwono VI.
Perjalanan hidupnya sangatlah penuh dengan lika-liku kehidupan yang membuatnya dilema akan keadaan yang dialaminya saat itu. Semasa kecilnya ia hanya dapat mengenyam pendidikan sampai tingkat SD saja. Setelah tamat Sekolah Dasar di Europese Lagere School (ELS), sebenarnya, ia ingin melanjutkan ke Hogere Burger School (HBS), namun keinginannya terhalangi oleh larangan ayahnya sendiri. Ayahnya bersikeras melarang Kartini melanjutkan sekolahnya dengan alasan usia Kartini yang telah menginjak 12 tahun. Artinya, Kartini sudah bisa dipingit. Selama masa pingitan, ia aktif menulis surat untuk temannya yang ada di Belanda yang bernama Rosa Abendanon. Rosa selalu mendukung apapun yang direncaanakan oleh Kartini. Melalui surat itu, beliau menceritakan berbagai masalah yang ia hadapi seperti, perbedaan perlakuan atau diskriminasi terhadap wanita, tidak ada kesamaan hak dalam menuntut ilmu antara wanita dan pria, harus mau untuk dinikahkan dengan pilihan orang tua, dan juga harus menerima dipoligami. Itulah berbagai masalah yang dihadapi oleh wanita Indonesia.
Teman-temannya dari Belanda pun menceritakan kondisi wanita di negaranya, dari situlah Kartini mendapatkan gambaran bahwa di sana wanita lebih dihargai dan dihormati, terutama hak-hak dasarnya, seperti mendapatkan perlakuan yang sama dan hak menuntut ilmu. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi semacam pelecut bagi Kartini. Ia ingin wanita di Indonesia juga diperlakukan sama. Hal yang dilakukan Kartini di usianya yang sangat belia kala itu adalah mendirikan sekolah-sekolah wanita yang diperuntukkan bagi wanita-wanita yang dipaksa menghentikan sekolahnya, namun tetap ingin mendapatkan ilmu pengetahuan. Ia menungumpulkan teman-temannya dan wanita yang ada di sekitarnya untuk diajari cara membaca, menulis, dan berhitung. Kartini muda sangatlah gemar membaca. Semua buku yang ia baca untuk menambah pengetahuannya. Termasuk buku-buku yang ditulis oleh para wanita Belanda yang menunjukkan bahwa wanita Eropa sudah memiliki kemajuan dalam hal ilmu pengetahuan.
Pada tanggal 12 November 1903, Kartini dipaksa menikah dengan bupati Rembang oleh orang tuanya. Bupati yang bernama K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat ini sebelumnya sudah memiliki istri, namun ternyata suaminya sangat mengerti cita-cita Kartini dan memperbolehkan Kartini membangun sebuah sekolah wanita. Selama pernikahannya, Kartini hanya memiliki satu anak yang pertama dan terakhir. Dia lahir pada tanggal 13 September 1904 dan diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat. Kartini kemudian menghembuskan nafas terakhirnya 4 hari setelah melahirkan anak satu-satunya di usia 25 tahun, yaitu pada tanggal 17 September 1904. Kartini kemudian dimakamkan di Desan Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di SurabayaYogyakartaMalangMadiun,Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.
Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini.
Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang merupakan terjemahan oleh Empat Saudara. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Paneseorang sastrawan Pujangga Baru. Armijn membagi buku menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya. Versi ini sempat dicetak sebanyak sebelas kali. Surat-surat Kartini dalam bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.
Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.

Berkat semua perjuangannya yang telah dilakukan untuk wanita Indonesia, beliau mendapatkan julukan sebagai tokoh Emansipasi Wanita. Semua yang telah ia perbuat mendapatkan penghargaan besar dari bangsa Indonesia khusunya wanita Indonesia. Kita sebagai generasi muda wajib untuk menghargai sikapnya, mencontoh, serta meneladani sikapnya dan mencoba mengapresiasikannya di kehidupan sekarang ini agar bangsa Indonesia menjadi lebih dan lebih baik di masa depan. Bayangkan bila R.A Kartini menyerah begitu saja pada jaman dahulu, maka sekarang kita para wanita tidak akan bisa sekolah seperti sekarang ini. Maka kita khususnya para wanita harus sangat berterima kasih kepada Raden Ajeng Kartini.

0 komentar:

Posting Komentar